“Ada hantu bergentayangan di Eropa—hantu Komunisme. Semua kekuasaan di Eropa lama telah menyatukan diri dalam suatu persekutuan keramat untuk mengusir hantu ini: Paus dan Tsar, Metternich & Guizot, kaum Radikal Perancis dan mata-mata polisi Jerman”
(Manifesto Komunis, 1848[1])
Era Perang Dingin telah berakhir seiring dengan runtuhnya rezim komunis Uni Sovyet beserta negara-negara satelitnya di Eropa Timur pada awal tahun 1990-an. Namun, berbeda dengan banyak negara di benua Eropa dan Amerika, isu kebangkitan komunisme masih mendapatkan perhatian yang luas di Indonesia. Hampir setiap tahun, khususnya dalam event besar seperti Pemilu dan Pilkada, isu ini menyeruak dan menarik perhatian khalayak. Komunisme di Indonesia, seperti kutipan di atas, benar-benar hantu yang bergentayangan: simbol palu arit kerap mendadak ditemukan secara massal di berbagai daerah, menyusul isu Istana Negara adalah sarang PKI, Presiden Joko Widodo adalah keturunan PKI, komunis Tiongkok sedang menyusup ke Indonesia melalui tenaga kerja asing (TKA), PDI Perjuangan sarang komunis, dan lain-lain bentuk kehadiran komunis.
Namun, apakah itu komunisme? Mengapa ajaran ini begitu menyita perhatian sekaligus momok yang demikian menakutkan meski kekuatan komunis di Indonesia, yang mengejawantah sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI), telah hancur menyusul terjadinya peristiwa coup d’état 1965? Lalu, apakah gerakan komunis sedang atau akan bangkit di masa depan? Tulisan ini merupakan secuil tinjauan dan sumbang pemikiran yang diharapkan dapat bersifat obyektif serta konstruktif untuk dapat memberi kontribusi positif pada kajian ilmiah tentang komunisme itu sendiri dan terutama perjalanan Indonesia di masa mendatang.
Apa itu Komunisme?
Secara etimologi, istilah komunis berasal dari bahasa Perancis “communisme”, yang terbentuk dari kata “commun” (“umum/bersama”), dengan akar dari bahasa Latin “commūnis” (umum, bersama, universal, publik”) ditambah dengan sufik “isme”[2]. Dalam buku “Communism in History and Theory – From Utopian Socialism to the Fall of the Soviet Union” karangan Donald F. Busky[3], ditulis bahwa seorang Owenis[4] bernama (John) Goodwyn Barmby (1820-1881), dalam sebuah kesempatan mengunjungi Paris pada tahun 1848, mengklaim sebagai orang yang pertama kali menggunakan menggunakan istilah komunisme pada tahun 1840. Namun, klaim tersebut dibantah oleh akademisi sosialis Inggris, G.D.H. Cole. Menurut Cole, penggunaan istilah komunisme untuk pertama kalinya tidak dapat dipastikan secara tepat. Lebih lanjut oleh Cole, istilah ini telah dikenal di kalangan kaum revolusioner Paris pada tahun 1830an.
Sumber lain menyebutkan, istilah sosialisme dan komunisme sudah dikenal di Inggris sekitar tahun 1820an oleh gerakan koperasi sosialisme utopis Owenisme. Awalnya, kedua terminologi tersebut dianggap sama. Namun, pada tahun 1840an, kaum sosialis yang lebih revolusioner mulai menekankan penggunaan istilah komunisme untuk membedakan diri dari kelompok reformis seperti J.S. Mill ataupun gerakan koperasi Owenisme.[5] Dari penelusuran penulis, bapak pendiri komunisme modern, Karl Marx, telah mencantumkan kata komunis pada tulisan di koran “Rheinische Zeitung” pada 16 Oktober 1842 dengan judul “Communism and the Augsburg Allgemeine Zeitung”[6]. Penulis juga menemukan bahwa pada tahun yang sama, sosiolog Jerman, Lorenz von Stein (1815-1890) menulis buku dengan judul “Der Socialismus und Communismus des heutigen Frankreichs. Ein Beitrag zur Zeitgeschichte”[7].
Berdasarkan etimologi, komunisme memiliki ciri utama dimana terdapat “kebersamaan” atau “komunal”. Jadi secara sederhana, komunisme dapat didefinisikan sebagai suatu situasi ideal dimana tatanan masyarakat mengandalkan kebersamaan atau komunalisme. Dalam “The Republic”, Plato (428-347 BC) secara radikal menggambarkan bentuk negara ideal komunistik, dimana bukan hanya terdapat kepemilikan bersama atas harta benda, bahkan termasuk pula pasangan dan keturunan.[8]
Dalam kajian sejarah agama, komunisme (agamis) juga meninggalkan jejak dalam ajaran dan tradisi kristen. Archie Brown, mengutip sejarawan Jerman, Max Beer menyatakan meskipun boleh saja diragukan bahwa institusi komunis pernah ada dalam komunitas kristen awal, namun tak dapat dimungkiri bahwa gagasan kepemilikan bersama merupakan harapan ideal ajaran kristen.[9] Pemikiran ini mendapatkan basis dalam ayat-ayat Alkitab Perjanjian Baru. Di sana diceritakan kehidupan umat Kristiani di lingkungan masyarakat gereja awal, yang mana segala sesuatu adalah kepunyaan mereka secara bersama dan hasil penjualan hak milik pribadi dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhannya.[10]
Beberapa gagasan dan praktik komunisme primitif di atas dimutakhirkan secara teoritik oleh Karl Marx dan sahabat dekatnya, Friedrich Engels. Keduanya kita kenal sebagai bapak pendiri komunisme modern. Secara singkat, co-founder komunisme modern, Friedrich Engels dalam “The Principles of Communism” yang ditulis pada tahun 1847 mendefinisikan komunisme sebagai “ajaran tentang syarat-syarat menuju pembebasan kelas proletariat.[11] Lebih lanjut dijelaskan oleh Engels, proletariat adalah kelas dalam masyarakat yang sepenuhnya hidup dengan menjual kerjanya dan tidak mengambil profit dari kapital manapun; yang nasib baik dan nasib buruknya, yang hidup dan matinya, yang eksistensinya, bergantung pada permintaan atas kerja – karena itu, bergantung pada kondisi bisnis yang berubah-ubah, pada perubahan-perubahan yang tak terduga dari persaingan yang tak terkendali.[12]
Mengapa pembebasan kelas proletariat? Lebih mendalam hal ini diuraikan pamflet Manifesto Partai Komunis, buah karya Karl Marx,[13] yang dicetak pada Februari 1848. Manifesto Komunis menjabarkan mengenai hakikat kelas-kelas dalam masyarakat, hubungan kaum komunis dan proletar serta tujuan penggulingan kaum borjuasi. Marx tanpa tedeng aling aling menyatakan bahwa sejarah dari semua masyarakat yang ada adalah sejarah perjuangan kelas. Pergolakan untuk melakukan perubahan sosial dari golongan masyarakat yang tertindas melawan golongan yang menindasnya terus berlangsung sejak kemunculan kelas sosial itu sendiri. Menurut Marx, polarisasi pada era kapitalisme terdiri atas kelas borjuis (kelas yang menindas karena memiliki hak milik atas alat-alat produksi) dan kelas proletar (kelas tertindas yang hanya memiliki tenaga yang dapat diperjualbelikan pada pihak yang memiliki alat-alat produksi). Hubungan antara kedua kelas tersebut antagonistik. Oleh karenanya, kontradiksi di antara kedua kelas tersebut tidak mungkin didamaikan.
Dengan landasan demikian itu, Marx memandang tujuan terdekat dari kaum komunis adalah pembentukan proletariat menjadi suatu kelas, penggulingan kekuasaan borjuasi, perebutan kekuasaan politik oleh proletariat.[14] Melalui “The German Ideology” dan Manifesto Komunis, Karl Marx menetapkan garis baru gerakan sosialisme, yakni sosialisme ilmiah dan membedakan diri dari berbagai aliran sosialisme yang ada seperti sosialisme reaksioner, sosialisme konservatif atau sosialisme borjuis, sosialisme dan komunisme yang kritis utopis (Saint-Simon, Fourier, Owen, dll). Teori kelas dan perjuangan kelas Marx-Engels selanjutnya menjadi dasar dan inspirasi bagi gerakan komunis di berbagai belahan dunia.
Komunisme Sebagai Gerakan Politik
Gerakan komunis mendominasi dunia pada paruh pertama abad ke-20. Kebangkitan komunisme yang jauh mengalahkan fasisme, menimbulkan kekaguman sekaligus kekhawatiran. Sebagian kalangan menyambutnya sebagai sumber harapan untuk masa depan yang gemilang, namun sebagian lain menganggap komunisme adalah ancaman terbesar bagi dunia.[15] Komunisme, sedari awal kelahirannya memang memesona karena menawarkan solusi akhir dunia yang lebih baik tanpa penindasan antar kelas; oleh tawaran “surga” yang diidam-idamkan banyak orang. Pada saat yang sama, komunisme (marxis) juga sangat menjengkelkan dan menimbulkan antipati karena kritiknya yang mendalam atas tatanan kapitalisme yang sedang tumbuh dan berkembang pesat, serta serangan tanpa tedeng aling aling terhadap berbagai aliran filsafat, pemikiran politik, gerakan, bahkan agama.[16]
Bagi kaum intelektual, penggagas komunisme modern, Karl Marx, dihargai sebagai pemikir brilian. Karl Marx berhasil menafsirkan dunia, pun menggerakkan orang untuk menjadi penyokong gerakan politik komunis. Seorang sosiolog berkebangsaan Amerika, Neil J Smelser, berpendapat bahwa pikiran-pikiran Marx merupakan salah satu teori yang paling komprehensif tentang manusia dan masyarakat yang pernah dikenal dunia pengetahuan. Marxisme menjelaskan hampir semua aspek kehidupan sosial dan individual hakikat manusia, ekonomi, agama, politik, filsafat, stratifikasi sosial dan masih banyak lagi[17] Maka, tidak heran, jika Karl Marx (1818-1883) menduduki peringkat kedua puluh tujuh dari seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia.[18]
Selain seorang pemikir, Karl Marx juga sangat aktif dalam memperjuangkan gagasannya. Karl Marx terlibat dalam gelombang pasang naik dan turun perjuangan gerakan buruh/sosialis/komunis di Eropa. Marx adalah filsuf sekaligus praktisi. Pilihan ini sesuai dengan kritiknya pada ahli-ahli filsafat sebagaimana dia tulis dalam “Tesis Tentang Feuerbach”: “Para ahli filsafat hanya menafsirkan dunia, dengan berbagai cara; akan tetapi soalnya ialah bagaimana mengubahnya.[19]
Karl Marx bersama Friedrich Engels terjun menjadi anggota Komite Korespondensi Komunis Brussel, Belgia. Komite tersebut bersama Liga Keadilan berubah nama menjadi Liga Komunis (1847-1850).[20] Marx, bersama berbagai elemen sayap kiri sosialis, komunis dan anarkis[21] serta serikat buruh, turut mendirikan International Workingmen’s Association/IWA (1864 – 1873), yang dikenal dengan sebutan Internasionale I. Pasca-kekalahan Komune Paris (1871), IWA menghadapi perpecahan internal antara sayap sosialis versus kaum anarkis. Organisasi ini akhirnya bubar pada tahun 1876.[22] Pada 14 Maret 1883, dalam usianya yang ke-64, Karl Marx wafat tanpa menyaksikan penggulingan borjuasi dan pembentukan diktator proletariat. Demikian pula sahabat karibnya, Friedrich Engels yang meninggal pada 5 Agustus 1895.
Sepeninggal Marx, gerakan komunis kembali menggeliat dengan melejitnya pemikir sekaligus revolusioner Rusia, Vladimir Illyich Lenin (10 April 1870 – 21 Januari 1924). Jika Karl Marx memberi dasar-dasar dalam memblejeti kapitalisme dan tujuan perjuangan kaum proletar, maka pada awal abad ke 20, revolusioner dari Rusia, Vladimir Illyich Lenin, merumuskan komunisme dalam kerangka praktis. Serangkaian pemikiran dipublikasikan terkait strategi dan taktik perjuangan kaum komunis Rusia dalam menumbangkan Tsar. Di samping itu, Lenin juga merumuskan pandangannya tentang makna penting partai pelopor (vanguard party) dalam “What is to be done? (1902), pandangan tentang negara dalam “State and Revolution (1917)” dan pandangan tentang imperialisme dalam “Imperialism, the Highest Stage of Capitalism (1916)”.[23]
Seiring dengan keberhasilan menumbangkan kekaisaran Tsar Nicholas II melalui Revolusi Februari (1917) dilanjutkan Revolusi Oktober (1917), untuk pertama kalinya, komunisme naik ke tampuk kekuasaan. Revolusi di Rusia pun menjadi inspirasi di berbagai negeri. Dengan pembentukan Third (Communist) International (Komintern ) atau Internasionale III (1919– 1943), ekspor dan dukungan terhadap gerakan komunis baik di negeri-negeri kapitalis Eropa maupun negeri-negeri jajahan, termasuk Hindia Belanda meningkat secara signifikan. Partai pelopor (vanguard party) ala Lenin berupa segolongan kecil kader revolusioner dan sangat berdisiplin terbentuk dan berada di garda depan perjuangan anti kolonialisme dan imperialisme di berbagai negeri. Salah satunya adalah Perserikatan Komunis di Hindia (Mei 1920), yang berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1924.
Selain PKI, tokoh-tokoh kunci pembebasan Indonesia menuju kemerdekaannya banyak yang diinsipirasi oleh ajaran marxisme dan atau leninisme. Tan Malaka (tokoh Murba yang sangat anti PKI) adalah juga seorang komunis, tentu saja disamping tokoh seperti Musso, Amir Syarifudin, dll. Soekarno juga menunjukkan simpati pada marxisme/komunisme. Pada tahun 1926, Soekarno menulis artikel di Majalah Suluh Indonesia Muda dengan judul “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”. Inti tulisan tersebut adalah seruan persatuan antara ketiga aliran itu dalam melawan kolonialisme. Dalam artikel “Menjadi Pembantu Pemandangan”, Soekarno menganggap marxisme sebagai teori yang paling kompeten untuk memecahkan soal sejarah, politik, dan sosial-kemasyarakatan.[24]
Komunisme Kini
Kehidupan pascanaiknya kekuatan komunis di berbagai negara ke tampuk kekuasaan ternyata tidak seindah apa yang dipromosikan paham tersebut. Atas nama kediktatoran proletariat (dan tani) atas borjuasi untuk menuju sosialisme, negara-negara komunis berubah menjadi negara totaliter dan oligarkhis ditandai dengan model pemerintahan partai tunggal (partai negara). Sebuah website menyebutkan bahwa komunisme yang berkuasa di berbagai negeri memakan korban hingga 100.000.000 nyawa manusia.[25]
Dimulai akhir tahun 1980an, runtuhnya Uni Sovyet dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur menyeret gerakan komunisme dunia dalam pasang surut. Namun, sebagaimana ideologi lainnya, komunisme sebagai sebuah gagasan tidak pernah mati. Setiap buah pemikiran tentang perubahan sosial pastilah akan mendapatkan pengikutnya, besar atau kecil. Hal ini dapat kita lihat dari eksistensi berbagai varian komunis seperti marxisme ortodoks, euro-communism, anarko komunis, libertarian komunis maupun varian lainnya.
Di Eropa, partai-partai komunis mengalami dinamika dan mengambil jalan demokratis (parlementer).[26] Meski beberapa dari partai tersebut masih menggunakan kata “komunis” dalam nama partainya, namun mereka berbeda-beda dalam prinsip dan strategi serta taktik perjuangannya. Sebagian partai komunis tersebut telah menanggalkan doktrin perjuangan kelas dan kediktatoran proletariat, sebagian lainnya masih setia pada marxisme ortodoks. Di Tiongkok, Partai Komunis China (PKC/PKT) telah menerapkan kebijakan campuran ekonomi sosialis dan kapitalis, demikian pula dengan Vietnam dan Laos. Di Jepang, Partai Komunis Jepang (JCP) melakukan interpretasi ulang atas marxisme-leninisme. JCP menyambut runtuhnya Partai Komunis Uni Sovyet (PKUS), tapi saat yang sama tidak mau tunduk pada komunis Tiongkok (PKC/PKT).[27] Hingga sekarang JCP tetap eksis dan memperoleh kursi dalam parlemen nasional Jepang. Selain itu, JCP juga berhasil menjadi kekuatan oposisi yang cukup diperhitungkan di tingkat lokal tanpa menimbulkan histeria anti-komunisme.[28]
Intisari
Dari uraian di atas terdapat beberapa poin penting yang patut digarisbawahi, yakni pertama, bahwa pada dasarnya terminologi “komunis” bukanlah istimewa milik kaum marxis. Komunisme adalah cermin keresahan umat manusia dan impian atas tatanan masyarakat dimana sistem dan relasi penindasan dihapuskan, kelas-kelas dan pembedaan kelas dalam masyarakat sudah tidak ada serta di saat mana segala bentuk institusi yang menindas dan kesenjangan sosial dan bentuk-bentuk penindasan lain sudah dihancurkan.
Kedua, komunisme a la Marx merupakan sempalan (jenis varian baru) dari sosialisme yang terlebih dahulu dikenal, tumbuh dan berkembang akhir abad ke -18 hingga abad 19. Marx menyebut pandangannya sebagai sosialisme ilmiah.
Ketiga, kelemahan ideologi politik komunisme (marxis) justru hadir dalam gagasan dasar berupa antagonisme tak terdamaikan dan perjuangan kelas. Anjuran perjuangan kelas semakin tidak populer oleh karena adanya ‘kesepakatan’ universal pasca-Perang Dunia II yang dilembagakan melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), bahwa jalan terbaik menyelesaikan perbedaan adalah dengan cara-cara yang bersifat demokratis. Demokrasi diamini sebagai instrumen yang menjamin kebebasan, menawarkan aspek metode penyelesaian perbedaan sekaligus mengakomodir perbedaan tersebut (termasuk perbedaan kelas) dengan dasar penghargaan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
***
Dengan membaca uraian di atas, maka muncul pertanyaaannya: apakah di masa mendatang ajaran komunisme dapat disingkirkan dari sejarah peradaban manusia? Apakah kekalahan gerakan komunisme berkorelasi positif dengan penghapusan penghisapan dan penindasan antar kelas, antar negara? Dan, apakah kegagalan penerapan ideologi komunis di berbagai negeri secara otomatis menunjukkan kesalahan bangunan dasar gagasan terbentuknya ideologi tersebut? Beberapa pertanyaan tersebut menurut penulis layak didiskusikan untuk dalam upaya kita memberikan kontribusi khas bagi Indonesia serta peradaban dunia yang lebih baik.
Harris Sitorus (Twitter: @harrissitorus)
Ps: Ditulis pada 22 Februari 2017. Sengaja diposting lebih lambat untuk dapat ditelaah dalam suasana yang lebih kondusif.
Rujukan
Alama, Wawan Tunggul. Demi bangsaku: Pertentangan Bung Karno vs. Bung Hatta. 2003. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Brown, Archie. The Rise and Fall of Communism. 2009. New York: Harper Collins.
Busky , Donald F., Communism in History and Theory – From Utopian Socialism to the Fall of the Soviet Union. 2002. Connecticut: Praeger Publishers.
Engels, Friedrich . The Principles of Communism, Selected Works, Volume I, Progress Publishers, Moscow, 1969.
Hart, Michael H. The 100: A ranking of the Most Influential Persons in History (Revised Editions). 1992. New York: Citadel Press Book.
Lenin, V. I. Selected Works (Volume I). 1977. Moscow: Progress Publishers.
Smelser , Neil J (ed). Karl Marx on Society and Social Change. 1973. Chicago and London: The University of Chicago Press.
Suseno, Franz Magnis-Suseno. Pemikiran Karl Marx: dari sosialisme utopis ke perselisihan revisionisme. 2005. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Tautan Internet
http://www.marxists.org
https://en.wiktionary.org
http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Perseus:text:1999.04.0059:entry=communis
http://www.anarkismo.net/newswire.php?story_id=1555
http://www.sabda.org/alkitab/tb/?kitab=44&pasal=4
http://www.jcp.or.jp/english/2011what_jcp.html
https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_communist_parties_represented_in_European_Parliament
http://www.economist.com/news/asia/21648771-communists-become-japans-strongest-political-opposition-provinces-red-revival
Catatan Kaki
[1] Manifesto Partai Komunis (1848). Versi daring dapat dilihat di https://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1848/manifesto/
[2] https://en.wiktionary.org/wiki/communism dan http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Perseus:text:1999.04.0059:entry=communis
[3] Donald F. Busky. Communism in History and Theory – From Utopian Socialism to the Fall of the Soviet Union. 2002. Connecticut: Praeger Publishers. Hlm. 82.
[4] Robert Owen (1771=1858), asal Wales adalah seorang pilantrofis sekaligus tokoh perubahan sosial. Owen membeli hamparan tanah di Indiana, Amerika Seriikat dan menamakan wilayah tersebut New Harmony. Di sana, masyarakat tinggal dan bekerja secara kolektif serta berbagi hasil kerja secara adil. Proyek Owen ini dikenal sebagai sosialisme utopia abad 19.
[5] Pandangan seorang anarkis tentang komunisme via http://www.anarkismo.net/newswire.php?story_id=1555
[6] Baca https://www.marxists.org/archive/marx/works/1842/10/16.htm
[7] Lihat https://archive.org/details/dersocialismusu01steigoog
[8] Donald F. Busky. Op.cit., hlm. 17.
[9] Archie Brown. The Rise and Fall of Communism. 2009. New York: Harper Collins. Hlm. 11.
[10] Lihat Kisah Para Rasul 4:32-35 dan Kisah Para Rasul 2:42-47 via http://www.sabda.org/alkitab/tb/?kitab=44&pasal=4
[11] Friedrich Engels, The Principles of Communism, Selected Works, Volume I, hal. 81-97, Progress Publishers, Moscow, 1969.
[12] Ibid.
[13] Manifesto Komunis ditulis oleh Karl Marx menindaklanjuti amanat Kongres II Liga Komunis yang berlangsung dari tanggal 29 November hingga 10 Desember 1847, untuk membuat sebuah manifesto politik.
[14] Manifesto Komunis,. Op.cit bab II
[15] Archie Brown. Op.cit. Hlm. 10.
[16] Contohnya dapat dibaca pada pamflet Manifesto Komunis (1848)
[17] Neil J Smelser (ed), Karl Marx on Society and Social Change. 1973. Chicago and London: The University of Chicago Press, hlm. Vii-viii.
[18] Michael H. Hart. The 100: A ranking of the Most Influential Persons in History (Revised Editions). 1992. New York: Citadel Press Book
[19] Karl Marx. Tesis tentang Feuerbach (1845). Diakses via https://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1845/tesis-feuerbach.htm
[20] http://marxists.org/history/international/index.htm
[21] Anarkisme merupakan sebuah filsafat politik yang memperjuangkan terbentuknya tatanan masyarakat berbasis kesukarelaan dan tanpa hirarki otoritas. Pengertian ini berbeda berbeda dengan pemahaman masyarakat awam di Indonesia yaitu terkait kekacauan, tukang rusuh, dll.
[22] Ibid.
[23] https://www.marxists.org/archive/lenin/works/date/index.htm
[24] Soekarno. “Menjadi Pembantu Pemandangan” dimuat di Pemandangan, 14 Juni 1941 dalam Wawan Tunggul Alama. Demi bangsaku: Pertentangan Bung Karno vs. Bung Hatta. 2003. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hlm. 375.
[25] http://victimsofcommunism.org/mission/history/
[26] https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_communist_parties_represented_in_European_Parliament
[27] What is THE jcp? via http://www.jcp.or.jp/english/2011what_jcp.html
[28] http://www.economist.com/news/asia/21648771-communists-become-japans-strongest-political-opposition-provinces-red-revival